Hubungan Pancasila dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)Tahun 1945

Hubungan Pancasila dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.


Hasil gambar untuk pancasila dan uud 1945


Hasil gambar untuk pancasila dan uud 1945Berdasarkan ajaran Stuffen theory dari Hans Kelsen,
menurut Abdullah (1984: 71), hubungan Pancasila dengan
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar yang berbentuk piramidal di atas
menunjukkan Pancasila sebagai suatu cita-cita hukum yang
berada di puncak segi tiga. Pancasila menjiwai seluruh
bidang kehidupan bangsa Indonesia. Dengan kata lain,
gambar piramidal tersebut mengandung pengertian bahwa
Pancasila adalah cerminan dari jiwa dan cita-cita hukum
bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai cerminan dari jiwa dan cita-cita
hukum bangsa Indonesia tersebut merupakan norma dasar
dalam penyelenggaraan bernegara dan yang menjadi
sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita
hukum (recht-idee), baik tertulis maupun tidak tertulis di
Indonesia. Cita hukum inilah yang mengarahkan hukum
pada cita-cita bersama bangsa Indonesia. Cita-cita ini
secara langsung merupakan cerminan kesamaan-kesamaan
kepentingan di antara sesama warga bangsa.
Dalam pengertian yang bersifat yuridis kenegaraan,
Pancasila yang berfungsi sebagai dasar negara tercantum
dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945,
yang dengan jelas menyatakan, “...maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitu
pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, maka fungsi pokok
Pancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya adalah
sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib
hukum di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Jo. Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978). Hal ini mengandung konsekuensi
yuridis, yaitu bahwa seluruh peraturan perundangundangan
Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undangundang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan
Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan
oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia) harus
sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dengan kata lain, isi
dan tujuan Peraturan Perundang-undangan RI tidak boleh
menyimpang dari jiwa Pancasila.
Berdasarkan penjelasan di atas, hubungan Pancasila
dengan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat dipahami
sebagai hubungan yang bersifat formal dan material.
Hubungan secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan
(2000: 90-91), menunjuk pada tercantumnya Pancasila
secara formal di dalam Pembukaan yang mengandung
pengertian bahwa tata kehidupan bernegara tidak hanya
bertopang pada asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapi
dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang
melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural,
religius dan asas-asas kenegaraan yang unsur-unsurnya
terdapat dalam Pancasila.
Dalam hubungan yang bersifat formal antara
Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat
ditegaskan bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea keempat. Menurut
Kaelan (2000: 91), Pembukaan UUD NRI tahun 1945
merupakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental
sehingga terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua
macam kedudukan, yaitu: 1) sebagai dasarnya, karena
Pembukaan itulah yang memberikan faktor-faktor mutlak
bagi adanya tertib hukum Indonesia; 2) memasukkan
dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib
hukum tertinggi.
Pembukaan yang berintikan Pancasila merupakan
sumber bagi batang tubuh UUD NRI tahun 1945. Hal ini
disebabkan karena kedudukan hukum Pembukaan berbeda
dengan pasal-pasal atau batang tubuh UUD NRI tahun
1945, yaitu bahwa selain sebagai Mukadimah, Pembukaan
UUD NRI tahun 1945 mempunyai kedudukan atau
eksistensi sendiri. Akibat hukum dari kedudukan
Pembukaan ini adalah memperkuat kedudukan Pancasila
sebagai norma dasar hukum tertinggi yang tidak dapat
diubah dengan jalan hukum dan melekat pada
kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.
Lebih lanjut, Kaelan (2000: 91-92) menyatakan
bahwa Pancasila adalah substansi esensial yang
mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan
UUD NRI tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan dan
yuridiksi Pancasila sebagai dasar negara adalah
sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD NRI tahun
1945. Perumusan Pancasila yang menyimpang dari
Pembukaan secara jelas merupakan perubahan secara
tidak sah atas Pembukaan UUD NRI tahun 1945.
Adapun hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD
NRI tahun 1945 secara material adalah menunjuk pada
materi pokok atau isi Pembukaan yang tidak lain adalah
Pancasila. Oleh karena kandungan material Pembukaan
UUD NRI tahun 1945 yang demikian itulah maka
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat disebut sebagai
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, sebagaimana
dinyatakan oleh Notonagoro (tt.: 40), esensi atau inti sari
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental secara material
tidak lain adalah Pancasila.
Menurut pandangan Kaelan (2000: 92), bilamana
proses perumusan Pancasila dan Pembukaan ditinjau
kembali maka secara kronologis materi yang dibahas oleh
BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pancasila,
baru kemudian Pembukaan. Setelah sidang pertama selesai,
BPUPKI membicarakan Dasar Filsafat Negara Pancasila dan
berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh
Panitia Sembilan yang merupakan wujud pertama
Pembukaan UUD NRI tahun 1945.
Dalam tertib hukum Indonesia diadakan pembagian
yang hirarkis. Undang-Undang Dasar bukanlah peraturan
hukum yang tertinggi. Di atasnya masih ada dasar pokok
bagi Undang-Undang Dasar, yaitu Pembukaan sebagai
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental yang di dalamnya
termuat materi Pancasila. Walaupun Undang-Undang Dasar
itu merupakan hukum dasar Negara Indonesia yang tertulis
atau konstitusi, namun kedudukannya bukanlah sebagai
landasan hukum yang terpokok.
Menurut teori dan keadaan, sebagaimana ditunjukkan
oleh Bakry (2010: 222), Pokok Kaidah Negara yang
Fundamental dapat tertulis dan juga tidak tertulis. Pokok
Kaidah yang tertulis mengandung kelemahan, yaitu sebagai
hukum positif, dengan kekuasaan yang ada dapat diubah
walaupun sebenarnya tidak sah. Walaupun demikian,
Pokok Kaidah yang tertulis juga memiliki kekuatan, yaitu
memiliki formulasi yang tegas dan sebagai hukum positif
mempunyai sifat imperatif yang dapat dipaksakan.
Pokok Kaidah yang tertulis bagi negara Indonesia
pada saat ini diharapkan tetap berupa Pembukaan UUD NRI
tahun 1945. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 tidak dapat
diubah karena menurut Bakry (2010: 222), fakta sejarah
yang terjadi hanya satu kali tidak dapat diubah. Pembukaan
UUD NRI tahun 1945 dapat juga tidak digunakan sebagai
Pokok Kaidah tertulis yang dapat diubah oleh kekuasaan
yang ada, sebagaimana perubahan ketatanegaraan yang
pernah terjadi saat berlakunya Mukadimah Konstitusi RIS
1949 dan Mukadimah UUDS 1950.
Sementara itu, Pokok Kaidah yang tidak tertulis
memiliki kelemahan, yaitu karena tidak tertulis maka
formulasinya tidak tertentu dan tidak jelas sehingga mudah
tidak diketahui atau tidak diingat. Walaupun demikian,
Pokok Kaidah yang tidak tertulis juga memiliki kekuatan,
yaitu tidak dapat diubah dan dihilangkan oleh kekuasaan
karena bersifat imperatif moral dan terdapat dalam jiwa
bangsa Indonesia (Bakry, 2010: 223).
Pokok Kaidah yang tidak tertulis mencakup hukum
Tuhan, hukum kodrat, dan hukum etis. Pokok Kaidah yang
tidak tertulis adalah fundamen moral negara, yaitu
‘Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Hubungan Pancasila dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)Tahun 1945"

Post a Comment